Masjid Sultan Mahmud Badaruddin I, Palembang...
Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin I atau biasa disebut Masjid Agung Palembang adalah sebuah masjid paling besar di Kota Palembang, Sumatera Selatan.
Masjid ini dipengaruhi oleh 3 arsitektur yakni Indonesia, China dan Eropa.
Bentuk arsitektur Eropa terlihat dari pintu masuk di gedung baru masjid
yang besar dan tinggi. Sedangkan arsitektur China dilihat dari masjid
utama yang atapnya seperti kelenteng. Masjid ini dulunya adalah masjid terbesar di Indonesia selama beberapa tahun. Bentuk masjid yang ada sekarang adalah hasil renovasi tahun 2000 dan selesai tahun 2003. Megawati Soekarnoputri adalah orang yang meresmikan masjid raksasa Sumatera Selatan modern ini.
Masjid ini didirikan pada abad ke-18 oleh Sultan Mahmud Badaruddin I
Jaya Wikrama. Saat ini, Masjid Agung Palembang telah menjadi Masjid
regional di kawasan ASEAN. Terletak di kawasan 19 Ilir, dimana merupakan salah satu Kampung Asli Palembang dan Arab yang telah lama didiami.
Sejarah Masjid Sultan Mahmud Badaruddin I...
Masjid Agung pada mulanya disebut Masjid Sultan. Perletakan batu pertama
pada tahun 1738, dan peresmiannya pada hari Senen tanggal 28 Jumadil
Awal 115 H atau 26 Mei 1748. Masjid Agung didirikan oleh Sultan Mahmud
Badaruddin I yang dikenal pula dengan Jayo Wikramo (tahun 1724-1758).
Masjid Agung Palembang bagian dari peninggalan Kesultanan Palembang
Darussalam, dan menjadi salah satu masjid tertua di Kota Palembang.
Masjid ini berada di utara Istana Kesultanan Palembang, di belakang
Benteng Kuto Besak yang berdekatan dengan aliran sungai Musi. Secara
administratif, berada di Kelurahan 19 Ilir, Kecamatan Ilir Barat I,
tepat di pertemuan Jalan Merdeka dan Jalan Sudirman, pusat Kota
Palembang.
Masjid Agung Palembang mulai dibangun pada tahun 1738 oleh Sultan Mahmud
Badaruddin I Jayo Wikramo. Pembangunan berlangsung selama 10 tahun dan
resmi digunakan sebagai tempat peribadatan umat muslim Palembang pada
tanggal 28 Jumadil Awal 1161 H atau 26 Mei 1748 M.
Masjid Agung 1753
Awalnya masjid ini bernama Masjid Sultan, dan belum memiliki menara.
Bentuk masjid hampir bujursangkar, memiliki ukuran 30 meter x 36 meter.
Dengan luas mencapai 1080 meter persegi, konon, Masjid Sultan merupakan
masjid terbesar di nusantara yang mampu menampung 1200 jema’ah.
Arsitektur Masjid Sultan Mahmud Badaruddin I...
Masjid Sultan dirancang oleh seorang arsitek dari Eropa. Konsep bangunan masjid memadukan keunikan arsitektur Nusantara, Eropa dan Cina. Gaya khas arsitektur Nusantara adalah pola struktur bangunan utama berundak tiga dengan puncaknya berbentuk limas. Undakan ketiga yang menjadi puncak masjid atau mustaka memiliki jenjang berukiran bunga tropis. Pada bagian ujung mustaka terdapat mustika berpola bunga merekah. Bentuk undakan bangunan masjid dipengaruhi bangunan dasar candi Hindu-Jawa, yang kemudian diserap Masjid Agung Demak.
Masjid Agung Palembang
Atap masjid berbentuk limas, terdiri dari tiga tingkat. Pada bagian atas
sisi limas atap terdapat jurai daun simbar menyerupai tanduk kambing
yang melengkung. Setiap sisi limas memiliki 13 jurai. Bentuk jurai
melengkung dan lancip. Rupa ini merupakan bentuk atap kelenteng Cina.
Ciri khas arsitektur Eropa terdapat pada rupa jendela masjid yang besar
dan tinggi. Pilar masjid berukuran besar dan memberi kesan kokoh.
Material bangunan seperti marmer dan kaca diimpor langsung dari Eropa.
Pembangunan Menara
Pada masa pemerintahan Sultan Ahmad Najamudin (masa pemerintahan
1758–1774) menara masjid dibangun. Lokasi menara masjid terpisah dari
bangunan utama, dan berada di bagian barat. Pola menara masjid berbentuk
segi enam setinggi 20 meter. Rupa menara masjid menyerupai menara
kelenteng. Bentuk atap menara melengkung pada bagian ujungnya, dan
beratap genteng. Menara masjid memiliki teras berpagar yang mengelilingi
bangunan menara
Pemugaran dan Renovasi Masjid Agung Palembang
Pada tahun 1819 dan 1821 dilakukan pemugaran masjid akibat peperangan
besar yang berlangsung selama lima hari berturut-turut. Perbaikan masjid
dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda. Atap genteng menara masjid
diganti atap sirap. Tinggi menara ditambahkan dengan adanya beranda
melingkar.
Usia satu abad Masjid Sultan, yakni pada tahun 1848, dilakukan perluasan
bangunan oleh pemerintah Hindia Belanda. Gaya tradisional Gerbang Utama
masjid diubah menjadi Doric style. Pada tahun 1879, serambi Gerbang
Utama masjid diperluas dengan tambahan tiang beton bulat. Rupa serambi
Gerbang Utama menyerupai pendopo, namun bergaya kolonial.
Perluasan pertama Masjid Sultan dilaksanakan pada tahun 1897 oleh
Pangeran Nata Agama Karta Manggala Mustofa Ibnu Raden Kamaluddin. Lahan
yang dijadikan areal kawasan masjid merupakan wakaf dari Sayyid Umar bin
Muhammad Assegaf Althoha dan Sayyid Achmad bin Syech Shahab. Kemudian
nama Masjid Sultan diubah menjadi Masjid Agung.
Perbaikan dan perluasan masjid dilakukan kembali pada tahun 1893. Pada
tahun 1916 bangunan menara masjid disempurnakan. Kemudian pada tahun
1930, dilakukan perubahan struktur pilar masjid. Yakni menambah jarak
pilar dengan atap menjadi 4 meter.
Pada kurun tahun 1966-1969 dibangun lantai kedua. Luas mesjid menjadi
5.520 meter persegi dengan daya tampung 7.750 jema’ah. Pada tanggal 22
Januari 1970 dimulai pembangunan menara baru yang disponsori oleh
Pertamina. Menara baru ini setinggi 45 meter, mendampingi menara asli
bergaya Cina. Renovasi Masjid Agung diresmikan pada tanggal 1 Februari
1971.
Sejak tahun 2000, Masjid Agung dilakukan renovasi kembali, dan selesai
pada tanggal 16 Juni 2003 bertepatan dengan peresmiaannya oleh Presiden
RI Hj. Megawati Soekarno Putri. Masjid Agung Palembang yang megah dan
berdiri kokoh kini mampu menampung 9000 jama’ah.
Tempat Pusat Kajian Islam di Palembang

Dalam sejarahnya, masjid yang berada di pusat Kesultanan Palembang
Darussalam menjadi pusat kajian Islam yang telah melahirkan sejumlah
ulama besar. Syekh Abdus Shamad al-Palembani, Kemas Fachruddin, dan
Syihabuddin bin Abdullah, adalah beberapa ulama yang pernah menjadi Imam
Besar Masjid Agung. Peran para ulama ini sangat besar dalam
mengembangkan agama Islam di wilayah Kesultanan Palembang. Konsep
pengajaran Islam diturunkan kedalam lingkup amal (praktik) dan ilmu
(wacana), sehingga mudah diterima dan diamalkan oleh masyarakat muslim
Palembang.
Peristiwa Bersejarah...
Masjid Agung Palembang menyimpan kenangan tak terlupakan sepanjang masa.
Ia menjadi saksi perjuangan rakyat Palembang pada pertempuran lima hari
melawan Belanda di pusat kota. Pertempuran bermula pada tanggal 1
Januari 1947. Pejuang Republik awalnya menyerang RS Charitas. Keesokan
harinya Belanda membalas serangan dengan kekuatan penuh menuju pusat
komando pejuang Republik yang berada di Masjid Agung Palembang. Batalyon
Geni merapatkan barisan bersama berbagai tokoh masyarakat demi
mempertahankan masjid dari kehancuran. Pejuang Republik berhasil
bertahan, tentara Belanda mundur akibat kekurangan pasokan. Pada saat
yang bersamaan bantuan pasukan Belanda yang datang dari Talangbetutu
berhasil dihadang oleh pasukan Republik dibawah Letnan Satu Wahid
Luddien.
Belanda melancarkan kembali serangan pada hari ketiga. Kekuatan mereka
lebih besar, mendapat dukungan serangan udara dari pesawat – pesawat
Mustang untuk meluluhlantakkan kota Palembang. Namun upaya mereka gagal,
kememangan kembali diraih setelah pasukan Ki.III/34 berhasil
menenggelamkan satu kapal Belanda yang penuh dengan mesiu, meskipun
harus menelan korban banyak akibat bombardir serangan udara pesawat
Mustang Belanda.
Pada hari keempat, bantuan pasukan Republik yang akan bergabung di
Masjid Agung Palembang dihadang pasukan Belanda di wilayah sekitar
Simpang Empat BPM, Sekanak dan Kantor Karesidenan.
Pertempuran berlanjut hingga hari kelima. Kekuatan Belanda langsung
menuju jantung pertahanan pasukan Republik, Masjid Agung Palembang.
Pertempuran sengit terjadi, pasukan Mobrig pimpinan Inspektur Wagiman
dengan bantuan Batalyon Geni mampu mempertahankan garis pertahanan
sehingga pasukan Belanda gagal merangsek. Setelah melewati lima hari
pertempuran yang melelahkan, pihak Belanda menyatakan mundur. Disepakati
perjanjian Cease Fire oleh kedua belak pihak. Perjanjian ini menandakan
berakhirnya pendudukan Belanda dari wilayah kota Palembang.
Masjid y ini menjadi perlambang sebuah semangat perjuangan rakyat dalam
mempertahanan hak hidup, hak menentukan nasib sendiri dan hak merdeka
sebagai manusia seutuhnya. Seiring gema adzan yang mengalun di antara
menara-menara besarnya, masjid ini tetap kokoh menjaga umat muslim dari
sebuah ketertindasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar